RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO
Solo, Radar Pos, Edisi 146/Th.VIII/ 15-31 Maret 2014
http://zonaradarpos.blogspot.com/
Sejarah pergerakan Pemuda Indonesia telah berulang kali
terbukti mampu membawa perubahan bagi bangsa. Tonggak pergerakan pemuda yang
sangat kita kenal adalah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Namun sebenarnya
sejarah telah mencatat banyak peristiwa di mana para kaum pemuda telah menjadi
pelopor gerakan demi terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia. Jelas dalam
perbincangan Radar Pos dengan Caleg DPR-RI Partai Gerindra nomor urut 2 ini
bahwa bagi seorang Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, sudah merupakan tanggung
jawab generasi penerus pejuang tanah air untuk menegakkan kebenaran dan
memperjuangkan masa depan bangsa.
Dara cantik
berusia 28 tahun ini menceritakan berbagai peristiwa gerakan yang dipelopori pemuda
Indonesia, “Budi Utomo pada tahun 1908 mengawali gerakan pedidikan di mana gerakan
ini bertujuan agar kaum pemuda mulai bersekolah agar tidak terus-menerus
diperbodoh oleh penjajah Belanda. Tahun 1928, para pemuda berkumpul
mendeklarasikan gagasan kebangsaan Indonesia yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Para tokoh muda ini rata-rata berusia 19-23 tahun menyatukan visi persatuan dan
kebangsaan untuk mewujudkan Republik Indonesia. Setelah itu gerakan fisik
perang kemerdekaan banyak dipelopori oleh kaum pemuda. Hingga pada Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945 juga dipelopori oleh kaum pemuda.”
RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO |
“Kita ingat
pada gerakan perang kemerdekaan di tahun 1947-1949 yang dikenal sebagai Agresi
Militer I dan II, perang gerilya juga dipimpin oleh tokoh pemuda, yaitu Jendral
Soedirman. Banyak yang lupa, bahkan tidak mengetahui kalau beliau waktu
diangkat sebagai Panglima Besar baru berusia 29 tahun. Gerakan koreksi pada
tahun 1966 juga dipelopori oleh kaum pemuda di mana mereka dikenal dengan
Ekponen 66. Begitu selanjutnya gerakan reformasi tahun 1998 juga dipelopori oleh
kaum pemuda,” tambahnya.
Dari catatan
sejarah tersebut, jelas bahwa peran kaum pemuda dalam berbagai gerakan
revolusioner sepanjang sejarah sangatlah penting. “Saat ini,” lanjut Rahayu,
“melihat keadaan bangsa yang seiring waktu memburuk, kebijakan pemerintah yang
seringkali bertolak belakang dengan Pancasila dan UUD 1945, mengancam NKRI dan
mengabaikan Bhinneka Tunggal Ika, kita memerlukan revolusi baru. Tetapi bukan
revolusi fisik seperti yang dilakukan para leluhur kita, melainkan revolusi
moral dan sistem ketatanegaraan bahkan kebijakan dan pemikiran untuk masa depan
bangsa.”
Selama 15
tahun paska orde baru kita berada pada era reformasi dalam sistem demokrasi
Indonesia. Cita-cita para pelopor pemuda sejak gerakan Budi Utomo 1908 hingga
gerakan reformasi 1998 belum sepenuhnya terwujud. Namun jika kita tekuni,
kesalahan apakah ada di sistem politiknya atau di pelaku politik? “Sistem
politik kita sekarang,” Rahayu mengatakan, “memang sistem yang seringkali
disalah tafsirkan dan disalah gunakan sehingga menggoncang keutuhan NKRI.
Terutama dengan adanya otonomi daerah, yang tanpa ketegasan seorang pemimpin di
pusat, akan mengancam keutuhan bangsa. Sistem pemilu yang liberal pun tidak
membantu rakyat maupun para calon legislatif atau Partai Politik, karena
akhirnya anggaran yang dibutuhkan untuk berjuang dan bersaing di ajang pemilihan
legislatif sangatlah tinggi nilainya. Ini merupakan tahap yang dapat menguji
karakter dan integritas setiap calon anggota dewan – jika posisi dan jabatan
adalah ambisi untuk kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat, maka tidak
heran jika banyak caleg melupakan jumlah gaji yang akan diterima nantinya yang,
jika cara politik transaksional digunakan, maka tidak akan menutupi hutang
kampanye.”
“Para pemuda saat ini dihadapkan pada
sebuah pilihan – yaitu memilih kebangsaan atau memilih kedaerahan, memilih
kebangsaan atau memilih sukuisme, memilih kebangsaan atau memilih rasialisme,
memilih kebangsaan atau memilih fanatisme agama, memilih kebangsaan atau
memilih perpecahan,” terangnya.
“Para
pemimpin yang dipercaya oleh rakyat memperkaya diri sendiri dengan perilaku
korup, sementara di berbagai pelosok negeri banyak rakyat kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar.” Rahayu mengkritik dengan wajah yang
serius. “Kata keadilan bukan bagi kemakmuran rakyat tetapi keadilan hanya bagi
penguasa elit politik. Kebenaran bukan sebuah kejujuran bagi rakyat tetapi
kebenaran hanya sebuah keputusan suara mayoritas para petinggi.”
“Mengetahui
semua kebobrokan para penguasa bukan berarti kaum pemuda melakukan aksi mogok
coblos karena kefrustrasian kita, atau yang sekarang dikenal sebagai golput.
Justru dengan segala permasalahan yang kita hadapi sebagai bangsa Indonesia, kaum
pemuda harus tampil sebagai pelopor gerakan revolusi yang benar dan demokratis.
Kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk membawa perubahan secara
menyeluruh dan nasional akan datang pada tanggal 9 April nanti. Sikap golput
memiliki resiko yang melampaui dampak terhadap diri kita sendiri karena suara
kita bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mari kita
ingat sebuah kata bijak, jika orang baik
berdiam diri maka yang jahatlah yang akan berkuasa. Saya bukan merasa
paling baik tetapi saya berjuang untuk menegakkan kebenaran dengan keterbatasan
kemampuan saya karena kita ingin kebenaran tegak di negeri ini. Kita diajak memilih
wakil rakyat yang memiliki jiwa kebangsaan Indonesia Raya. Kita diajak memilih
wakil rakyat yang cerdas, tegas dan bersih serta adil, dan memihak rakyatnya,”
demikian himbauan dari Ketua Bidang Pengembangan Peranan Perempuan, Tunas
Indonesia Raya.
“Kini saatnya pemuda/pemudi Indonesia
bangun dan menyadari kekuasaan yang ada pada kita di hari pemilihan nanti.
Suara kita adalah senjata rakyat untuk membawa perubahan yang nyata. Kalau
bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan, lagi?”
No comments:
Post a Comment