Monday, April 7, 2014

PEMUDA SEBAGAI PELOPOR REVOLUSIONER BANGSA

RAHAYU SARASWATI DJOJOHADIKUSUMO

Solo,  Radar PosEdisi 146/Th.VIII/ 15-31 Maret 2014
http://zonaradarpos.blogspot.com/

Sejarah pergerakan Pemuda Indonesia telah berulang kali terbukti mampu membawa perubahan bagi bangsa. Tonggak pergerakan pemuda yang sangat kita kenal adalah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Namun sebenarnya sejarah telah mencatat banyak peristiwa di mana para kaum pemuda telah menjadi pelopor gerakan demi terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia. Jelas dalam perbincangan Radar Pos dengan Caleg DPR-RI Partai Gerindra nomor urut 2 ini bahwa bagi seorang Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, sudah merupakan tanggung jawab generasi penerus pejuang tanah air untuk menegakkan kebenaran dan memperjuangkan masa depan bangsa.
            Dara cantik berusia 28 tahun ini menceritakan berbagai peristiwa gerakan yang dipelopori pemuda Indonesia, “Budi Utomo pada tahun 1908 mengawali gerakan pedidikan di mana gerakan ini bertujuan agar kaum pemuda mulai bersekolah agar tidak terus-menerus diperbodoh oleh penjajah Belanda. Tahun 1928, para pemuda berkumpul mendeklarasikan gagasan kebangsaan Indonesia yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Para tokoh muda ini rata-rata berusia 19-23 tahun menyatukan visi persatuan dan kebangsaan untuk mewujudkan Republik Indonesia. Setelah itu gerakan fisik perang kemerdekaan banyak dipelopori oleh kaum pemuda. Hingga pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 juga dipelopori oleh kaum pemuda.”
RAHAYU  SARASWATI  DJOJOHADIKUSUMO
            “Kita ingat pada gerakan perang kemerdekaan di tahun 1947-1949 yang dikenal sebagai Agresi Militer I dan II, perang gerilya juga dipimpin oleh tokoh pemuda, yaitu Jendral Soedirman. Banyak yang lupa, bahkan tidak mengetahui kalau beliau waktu diangkat sebagai Panglima Besar baru berusia 29 tahun. Gerakan koreksi pada tahun 1966 juga dipelopori oleh kaum pemuda di mana mereka dikenal dengan Ekponen 66. Begitu selanjutnya gerakan reformasi tahun 1998 juga dipelopori oleh kaum pemuda,” tambahnya.
            Dari catatan sejarah tersebut, jelas bahwa peran kaum pemuda dalam berbagai gerakan revolusioner sepanjang sejarah sangatlah penting. “Saat ini,” lanjut Rahayu, “melihat keadaan bangsa yang seiring waktu memburuk, kebijakan pemerintah yang seringkali bertolak belakang dengan Pancasila dan UUD 1945, mengancam NKRI dan mengabaikan Bhinneka Tunggal Ika, kita memerlukan revolusi baru. Tetapi bukan revolusi fisik seperti yang dilakukan para leluhur kita, melainkan revolusi moral dan sistem ketatanegaraan bahkan kebijakan dan pemikiran untuk masa depan bangsa.”
            Selama 15 tahun paska orde baru kita berada pada era reformasi dalam sistem demokrasi Indonesia. Cita-cita para pelopor pemuda sejak gerakan Budi Utomo 1908 hingga gerakan reformasi 1998 belum sepenuhnya terwujud. Namun jika kita tekuni, kesalahan apakah ada di sistem politiknya atau di pelaku politik? “Sistem politik kita sekarang,” Rahayu mengatakan, “memang sistem yang seringkali disalah tafsirkan dan disalah gunakan sehingga menggoncang keutuhan NKRI. Terutama dengan adanya otonomi daerah, yang tanpa ketegasan seorang pemimpin di pusat, akan mengancam keutuhan bangsa. Sistem pemilu yang liberal pun tidak membantu rakyat maupun para calon legislatif atau Partai Politik, karena akhirnya anggaran yang dibutuhkan untuk berjuang dan bersaing di ajang pemilihan legislatif sangatlah tinggi nilainya. Ini merupakan tahap yang dapat menguji karakter dan integritas setiap calon anggota dewan – jika posisi dan jabatan adalah ambisi untuk kepentingan pribadi di atas kepentingan rakyat, maka tidak heran jika banyak caleg melupakan jumlah gaji yang akan diterima nantinya yang, jika cara politik transaksional digunakan, maka tidak akan menutupi hutang kampanye.”

“Para pemuda saat ini dihadapkan pada sebuah pilihan – yaitu memilih kebangsaan atau memilih kedaerahan, memilih kebangsaan atau memilih sukuisme, memilih kebangsaan atau memilih rasialisme, memilih kebangsaan atau memilih fanatisme agama, memilih kebangsaan atau memilih perpecahan,” terangnya.

            “Para pemimpin yang dipercaya oleh rakyat memperkaya diri sendiri dengan perilaku korup, sementara di berbagai pelosok negeri banyak rakyat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar.” Rahayu mengkritik dengan wajah yang serius. “Kata keadilan bukan bagi kemakmuran rakyat tetapi keadilan hanya bagi penguasa elit politik. Kebenaran bukan sebuah kejujuran bagi rakyat tetapi kebenaran hanya sebuah keputusan suara mayoritas para petinggi.”
            “Mengetahui semua kebobrokan para penguasa bukan berarti kaum pemuda melakukan aksi mogok coblos karena kefrustrasian kita, atau yang sekarang dikenal sebagai golput. Justru dengan segala permasalahan yang kita hadapi sebagai bangsa Indonesia, kaum pemuda harus tampil sebagai pelopor gerakan revolusi yang benar dan demokratis. Kesempatan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk membawa perubahan secara menyeluruh dan nasional akan datang pada tanggal 9 April nanti. Sikap golput memiliki resiko yang melampaui dampak terhadap diri kita sendiri karena suara kita bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Mari kita ingat sebuah kata bijak, jika orang baik berdiam diri maka yang jahatlah yang akan berkuasa. Saya bukan merasa paling baik tetapi saya berjuang untuk menegakkan kebenaran dengan keterbatasan kemampuan saya karena kita ingin kebenaran tegak di negeri ini. Kita diajak memilih wakil rakyat yang memiliki jiwa kebangsaan Indonesia Raya. Kita diajak memilih wakil rakyat yang cerdas, tegas dan bersih serta adil, dan memihak rakyatnya,” demikian himbauan dari Ketua Bidang Pengembangan Peranan Perempuan, Tunas Indonesia Raya.
“Kini saatnya pemuda/pemudi Indonesia bangun dan menyadari kekuasaan yang ada pada kita di hari pemilihan nanti. Suara kita adalah senjata rakyat untuk membawa perubahan yang nyata. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang kapan, lagi?”

No comments:

Post a Comment