Monday, April 7, 2014

CERITA “GORO-GORO” PILIHAN KITA

Radar PosEdisi 146/Th.VIII/ 15-31 Maret 2014
http://zonaradarpos.blogspot.com/


OLEH: R. AGUS TRIHATMOKO, SE. MBA. MM.
Memilih calon pemimpin dalam sebuah negara sepenuhnya berada ditangan rakyatnya. Tidak hanya memilih pemimpin negara, bahkan pimpinan kelompok yang baik atau kelompok yang jahatpun sering ditentukan oleh anggotanya. Apapun bentuk kelompok dan bangsa itu berdiri pemimpinnya selalu “diamini” oleh para pengikut atau warganya karena pemimpin memiliki kewenangan mengaturnya. Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana para pengikut dan wargannya tidak keliru memilih pemimpin tersebut. 

Tanggal 9 April 2014 ini, kita akan dihadapkan pada sebuah pilihan untuk menentukan pemimpin kita. Ilustrasi cerita “goro-goro” dalam kisah pewayangan dapat memberi inspirasi kita bagaimana kita memilih para pemimpin bangsa. Perdebatan para panakawan dalam mensikapi para pemimpin patut kita cermati sebagai pelajaran atau dalam falsafaah jawa sering disebut “kaca brenggala”.

Bagong yang memiliki sifat lancang dan berlagak bodoh bercerita karena dia ngotot mempertahankan argumennya untuk memilih calon pemimpinnya tetapi tidak tahu sifat dan karakter calon pemimpinya. Gareng yang tidak pandai bicara hanya berkomentar singkat yaitu menanyakan calon pemimpin tersebut dari orang pandawa atau dari orang kurawa. Keduanya “udreg-udregan” sehingga suasana santai geguyonan menjadi kisruh seperti adegan “goro-goro”, tetapi suasana menjadi teduh setelah mereka berembuk bersama dengan Petruk dan Semar.

Petruk yang pandai berbicara menyindir Bagong dan Gareng dengan memberi penilaian kepada tokoh sengkuni orang kurawa. “Sengkuni senangnya mendapat bagian harta dan cenderung tamak alias srakah. Tetang urusan yang baik-baik sengkuni orang yang paling cepat mengakukan jasa dirinya tetapi kalau urusan tanggung jawab dia harus mikir dulu dan mblirit paling cepat. Sengkuni selalu lihai menjadi tukang ngompori tetapi kalau menghadapi resiko dia akan ngacir. Pribadi Sengkuni tidak pernah punya pendirian sehingga masalah benar dan salah baginya tidak penting. Dia lebih mementingkan ambisi dan hasrat ragawi diri dan kelompoknya,” kata Petruk.

Gareng tidak mau kalah pintar dengan Petruk dia menyahutnya, “banyak pejabat sekarang levelnya seperti sengkuni, punya prestasipun tidak, tahunya hanya rapat saja itupun sering ketiduran, tidak punya ide buat rakyat tetapi rajin absen biar gajian. Kita orang kecil sudah diwakili lho? Kita mau jalan-jalan ke luar negeri dan ke luar pulau sudah diwakili. Kita mau punya mobil bagus, punya rumah mewah dan punya pacar banyak juga sudah diwakili juga. Bahkan termasuk urusan mencuci uang sudah banyak yang mewakili, ” sindir Gareng.
Bagong mulai ikut-ikutan biar kelihatan menjadi pintar, “Iya untuk apa memilih pemimpin seperti sengkuni, nanti negara tambah ruwet kita semakin susah hidup. Jadi, kita jangan mau diperbodoh mereka tetapi kita pilih yang benarlah. Mereka berlagak dermawan tetapi biasanya mau cari pulihan dengan pat-gulipat. Ini aku terima amplop duit dan bantuan, ya tak terima, khan uang kita..! tetapi aku mau memilih calon pemimpin berwatak kesatria dari pandawa. Mantap banget, terima uangnya tetapi kita pilih saja calon pemimpin yang benar”, tegas Bagong.

Semar adalah pengasuh dari Pendawa, alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia jelek, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa. Semar meluruskan perdebatan ini, “Begini ya, mari kita mulai berhati-hati memilih calon wakil rakyat, tetapi jangan tertipu gaya kurawa karena mereka akan menindas kita. Bangsa kita baru terkena musibah badai korupsi, harga barang semua mahal, para petani dan rakyat kecil tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Kita harus memikirkan anak cucu kita, lihat saja sampai sekarang masih ada 30 jutaan orang miskin yang tercatat. Banyak para pemimpin lupa diri dan memperkaya diri sendiri demi ambisi kekuasaan dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Memang betul dulu pilihan kita salah gara-gara kita tertipu oleh iming-iming, uang dan materi,” ungkap Semar.


“Mari kita berhati-hati dan cermat memilih calon pemimpin, pilihan kita menentukan masa depan bangsa. Pilihan kita adalah para kesatria pandawa bukan memilih mereka para kurawa. Tidak perlu kita perjelas satu persatu, kalian dapat melihat tampang para calon pemimpinmu itu dari bibit, bobot dan bebetnya. Purba wasesa di tangan kita demi tegaknya kebenaran, biar para Dewa-Dewi di Jonggling Saloka  tidak murka. Mari kita pilih...! Tandas Ki Badranaya.

Cerita “goro-goro” pilihan kita, patut menjadi kaca mata kita karena sebentar lagi kita harus menentukan pilihan calon pemimpin rakyat sejati. Ingat...! Jadilah pemilih yang cerdas dan jujur pada Pemilu 9 April 2014, semoga tidak salah pilih?

No comments:

Post a Comment