Radar Pos, Edisi 146/Th.VIII/ 15-31 Maret 2014
http://zonaradarpos.blogspot.com/
OLEH: R. AGUS TRIHATMOKO, SE. MBA. MM.
Memilih calon pemimpin dalam sebuah
negara sepenuhnya berada ditangan rakyatnya. Tidak hanya memilih pemimpin
negara, bahkan pimpinan kelompok yang baik atau kelompok yang jahatpun sering
ditentukan oleh anggotanya. Apapun bentuk kelompok dan bangsa itu berdiri
pemimpinnya selalu “diamini” oleh
para pengikut atau warganya karena pemimpin memiliki kewenangan mengaturnya.
Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana para pengikut dan wargannya tidak
keliru memilih pemimpin tersebut.
Tanggal 9 April 2014 ini, kita akan
dihadapkan pada sebuah pilihan untuk menentukan pemimpin kita. Ilustrasi cerita
“goro-goro” dalam kisah pewayangan
dapat memberi inspirasi kita bagaimana kita memilih para pemimpin bangsa. Perdebatan
para panakawan dalam mensikapi para pemimpin patut kita cermati sebagai
pelajaran atau dalam falsafaah jawa sering disebut “kaca brenggala”.
Bagong yang memiliki sifat lancang
dan berlagak bodoh bercerita karena dia ngotot mempertahankan argumennya untuk
memilih calon pemimpinnya tetapi tidak tahu sifat dan karakter calon pemimpinya.
Gareng yang tidak pandai bicara hanya berkomentar singkat yaitu menanyakan calon
pemimpin tersebut dari orang pandawa atau dari orang kurawa. Keduanya “udreg-udregan” sehingga suasana santai geguyonan menjadi kisruh seperti adegan “goro-goro”, tetapi suasana menjadi
teduh setelah mereka berembuk bersama dengan Petruk dan Semar.
Petruk yang pandai berbicara
menyindir Bagong dan Gareng dengan memberi penilaian kepada tokoh sengkuni
orang kurawa. “Sengkuni senangnya mendapat bagian harta dan cenderung tamak
alias srakah. Tetang urusan yang baik-baik sengkuni orang yang paling cepat
mengakukan jasa dirinya tetapi kalau urusan tanggung jawab dia harus mikir dulu
dan mblirit paling cepat. Sengkuni
selalu lihai menjadi tukang ngompori tetapi kalau menghadapi resiko dia akan ngacir. Pribadi Sengkuni tidak pernah
punya pendirian sehingga masalah benar dan salah baginya tidak penting. Dia
lebih mementingkan ambisi dan hasrat ragawi diri dan kelompoknya,” kata Petruk.
Gareng tidak mau kalah pintar dengan
Petruk dia menyahutnya, “banyak pejabat sekarang levelnya seperti sengkuni,
punya prestasipun tidak, tahunya hanya rapat saja itupun sering ketiduran,
tidak punya ide buat rakyat tetapi rajin absen biar gajian. Kita orang kecil
sudah diwakili lho? Kita mau jalan-jalan ke luar negeri dan ke luar pulau sudah
diwakili. Kita mau punya mobil bagus, punya rumah mewah dan punya pacar banyak juga
sudah diwakili juga. Bahkan termasuk urusan mencuci uang sudah banyak yang
mewakili, ” sindir Gareng.
Bagong mulai ikut-ikutan biar
kelihatan menjadi pintar, “Iya untuk apa memilih pemimpin seperti sengkuni,
nanti negara tambah ruwet kita semakin susah hidup. Jadi, kita jangan mau
diperbodoh mereka tetapi kita pilih yang benarlah. Mereka berlagak dermawan
tetapi biasanya mau cari pulihan
dengan pat-gulipat. Ini aku terima amplop duit dan bantuan, ya tak terima, khan
uang kita..! tetapi aku mau memilih calon pemimpin berwatak kesatria dari
pandawa. Mantap banget, terima
uangnya tetapi kita pilih saja calon pemimpin yang benar”, tegas Bagong.
Semar adalah pengasuh dari Pendawa,
alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia jelek, ia
memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa. Semar
meluruskan perdebatan ini, “Begini ya, mari kita mulai berhati-hati memilih calon
wakil rakyat, tetapi jangan tertipu gaya kurawa karena mereka akan menindas
kita. Bangsa kita baru terkena musibah badai korupsi, harga barang semua mahal,
para petani dan rakyat kecil tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Kita
harus memikirkan anak cucu kita, lihat saja sampai sekarang masih ada 30 jutaan
orang miskin yang tercatat. Banyak para pemimpin lupa diri dan memperkaya diri
sendiri demi ambisi kekuasaan dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Memang
betul dulu pilihan kita salah gara-gara kita tertipu oleh iming-iming, uang dan
materi,” ungkap Semar.
“Mari kita berhati-hati dan cermat
memilih calon pemimpin, pilihan kita menentukan masa depan bangsa. Pilihan kita
adalah para kesatria pandawa bukan memilih mereka para kurawa. Tidak perlu kita
perjelas satu persatu, kalian dapat melihat tampang para calon pemimpinmu itu dari
bibit, bobot dan bebetnya. Purba wasesa
di tangan kita demi tegaknya kebenaran, biar para Dewa-Dewi di Jonggling Saloka tidak murka. Mari kita pilih...! Tandas Ki
Badranaya.
Cerita “goro-goro” pilihan kita, patut menjadi kaca mata kita karena
sebentar lagi kita harus menentukan pilihan calon pemimpin rakyat sejati.
Ingat...! Jadilah pemilih yang cerdas dan jujur pada Pemilu 9 April 2014,
semoga tidak salah pilih?
No comments:
Post a Comment