Sunday, February 23, 2014

IMPOR DAGING CEDERAI HIDUP PETANI

GAGASAN:

SOLOPOS,                                                                             5 Februari 2013
R. AGUS TRIHATMOKO, SE. MBA. MM
            Sejak pertengahan tahun lalu ternak sapi mulai diminati petani karena mereka melihat adanya peluang keuntungan. Terlebih pada tiga bulan terakhir ini harga jual ternak sapi relatif mahal yang dipicu oleh krisis daging sapi. Harga daging sapi telah menembus Rp 95.000 per kg atau naik 25% dari rata-rata harga pasar sebelumnya.

Tingginya harga daging sapi mulai dirasakan konsumen setelah Idul Adha  Oktober 2012  dan setelah Natal 2012 serta Tahun Baru 2013 hingga saat ini. Akhibat situasi ini pihak petani peternak sapi diuntungkan, sedangkan pihak konsumen daging sapi merasa terbebani. Namun, sebagai konsumen jangan ada iri hati dan menunduh bahwa petani untung besar karena mereka telah membeli bakalan sapi dengan harga relatif mahal.
Hanya beberapa petani yang memiliki sisa uang yang mampu membeli seekor bakalan sapi sehingga pada tahun ini produksi sapi tetap tidak mencukupi kebutuhan nasional. Dalam menghadapi mahalnya harga daging sapi, konsumen tidak perlu kawatir karena pemerintah pasti mengambil kebijakan populer yaitu dengan kebijakan impor daging sapi.
Kebijakan ini diambil sebagai intervensi dan normalisasi pasar agar harga daging sapi tidak mengalami gejolak dan memicu inflasi barang lainnya. Namun, jika itu terus dilakukan artinya bangsa ini selalu melupakan kehidupan petani. Petani peternak sapi akan terkena imbas kerugian ketika nanti menjual hasil ternak mereka. Imbas kerugian petani disebabkan harga sapi di pasar tidak memiliki nilai lebih dibanding dengan harga beli bakalan sapi dan biaya pemeliharaan.

Mengapa pemerintah seakan tutup mata terhadap resiko petani atas kebijakan impor ini? Bagaimana strategi manajemen impor yang tepat untuk mendukung jutaan petani sebagai produsen daging sapi? Pertanyaan tersebut akan mudah dijawab jika pemerintah secara jujur berpihak kepada kepentingan petani peternak sapi dan konsumen daging sapi. Namun, akan sulit dan rumit jika di sana ada pihak-pihak yang bermain secara poilitik materialistis untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Sulit dan rumitnya masalah daging sapi kini terkuak secara tragis dan menyedihkan bagi bangsa ini. Ternyata pengambil kebijakan impor daging sapi terlibat tindak korupsi. Anggota DPR yang menyetujui kebijakan pemerintah telah menerima suap dari importir daging sapi. Nilai suap yang tertangkap tangan memang hanya Rp 1 miliar, namun temuan KPK mengindikasi ada dugaan commitment fee hingga puluhan miliar rupiah.
Petani/peternak boleh saja menduga bahwa DPR dan pemerintah selama ini sengaja membiaran kebijakan impor daging sapi dan hasil pertanian lainnya karena di sana ada pihak yang diuntungkan dalam bisnis yang kotor dan korup. Kementerian Pertanian membela diri bahwa proyek mengimpor daging sapi sudah sesuai prosedur. Selanjutnya menyatakan bahwa Indonesia tahun 2013 tidak akan menambah kuota impor daging sapi.
Pembelaan dan peryataan tersebut menunjukan bahwa impor daging sapi tetap diizinkan untuk berlanjut.   Jadi, jangan harap ada kebijakan pemerintah di 2013 ini yang berpihak kepada petani. Kebijakan yang ada tentu mencederai hidup petani peternak sapi. Jangan pernah berfikir bangsa ini akan menjadi bangsa yang produktif jika pemerintah tidak mau mengubah strategi manajemen impor dari mengimpor barang konsumsi menjadi mengimpor barang produksi.       
Untuk mengubah strategi manajemen impor barang produksi yaitu dengan mengimpor bakalan sapi dan indukan sapi, bukan impor daging sapi. Bakalan sapi dan indukan sapi akan menghasilkan nilai tambah secara ekonomi yang dihasilkan dari proses penggemukan dan pengembangbiakan. Kuantitas import dapat diprediksi dengan menghitung dari selisih akumulasi kebutuhan konsumsi daging sapi dan ketersedian ternak sapi nasional.
Proyek ini jika dilakukan secara berkesinambungan selama satu tahun maka pada tahun berikutnya diprediksi tidak perlu mengimpor daging sapi. Bahkan, impor bakalan sapi akan semakin menurun karena indukan sapi telah memijahkan bakalan sapi di dalam negeri. Syaratnya, pejabat pengambil kebijakan harus bermain bersih, transparan dan tidak korup. Jangan ada importir yang mengeluarkan biaya suap kepada pejabat dan pungutan liar lainnya. Jika itu tetap terjadi, biaya tersebut akan membebani harga beli petani atas sapi impor tersebut.  
Dalam pelaksanaannya Kementerian Pertanian beserta jajarannya harus memimpin langsung distribusi bakalan sapi dan indukan sapi hingga ke tangan petani peternak yang tepat. Manajemen distribusi perlu mempertimbangkan keseimbangan pasar dan potensi daerah petani peternak sapi. Keseimbangan dengan mengukur pangsa pasar daging sapi di setiap daerah dan menghitung jumlah populasi sapi.
Hal ini penting mengingat Indonesia punya kondisi geografis pasar yang berjauhan antarpropvinsi dengan tingkat kepadatan penduduk yang berbeda. Dengan melakukan manajemen distribusi yang tepat maka efesiensi juga terjadi ketika petani memasarkan sapi potong. Distribusi juga harus menyentuh unsur pemerataan keadilan bagi petani miskin dan buruh tani.

Kebijakan Moneter
Bagi petani miskin dan buruh tani yang tidak mampu membeli secara tunai sapi impor perlu kebijakan moneter yaitu pemberian kredit dengan tingkat suku bunga rendah. Subsidi bunga kredit ini sebagai bentuk pembelaan pemerintah kepada rakyat miskin agar mereka bekerja secara produktif menuju hidup yang layak.
Perubahan strategi manajemen impor seperti ini dapat menunjukan bahwa pemerintah melindungi petani dan tidak mencederai hidup mereka. Pengadaan bakalan sapi dan indukan sapi yang relatih murah dan berkualitas sangat ditunggu petani. Jika pemerintah mau melakukan, pasar daging sapi dalam jangka panjang akan stabil.
Stabilitas terjadi karena ketersediaan sapi potong yang mencukupi pasar dalam negeri. Petani tetap untung karena didukung oleh efesiensi biaya produksi  dari sumber alam yang ada. Sumber alam itu misalnya jerami, bekatul, ampas kedelai, ampas ubi kayu dan daun jagung serta rumput yang merupakan makanan utama sapi. Berlimpahnya sumber makanan utama sapi ini diperoleh dari hasil produksi tanaman pangan tersebut.
Produksi tanaman pangan nasional sebesar 108 juta ton setahun (data BPS Tahun 2011) limbahnya dapat mencukupi makanan ternak sapi. Efesiensi lain dari keberadaan ternak sapi  yaitu mengurangi pupuk kimiawi bagi petani. Kotoran sapi dapat dimanfatkan sebagai pupuk organik, sebagai penyubur tanaman pangan.
Pemerintah tidak perlu ragu lagi untuk mengambil langkah strategis yaitu impor bakalan sapi dan indukan sapi karena secara ekonomi makro akan memiliki dampak jauh lebih baik dari pada impor daging sapi. Untuk memulai ini, hanya perlu kemauan politik dan kejujuran para pejabat  sebagai landasan bertindak.  Dengan tindakan demikian maka Indonesia akan mencapai swasembada daging sapi dan selanjutnya sangat berpeluang menjadi negara pengekspor daging sapi, Semoga...! 


*) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

No comments:

Post a Comment