Sunday, February 23, 2014

NEGERIKU NGERIKU Apakah Sebuah Bualan Politik ?

Radar PosEdisi 143/Th.VIII/ 01-15 Februari 2014

             
R. Agus Trihatmoko
Terlepas dari kepentingan politik yang diperjuangkan Agustri (R. Agus Trihatmoko), kesadaran dirinya nampak tak bisa ditutup-tutupi bagi kebaikan bangsa ini. Kali ini Agustri mengangkat dari berbagai sumber sebagai pijakan kesadaran bagi siapa saja terlebih bagi mereka yang terjun ke ranah politik. Memang keras tetapi menurutnya patut menjadi pemahaman bagi publik terlebih di tahun politik 2014 ini, berikut ulasannya:
       Membangun kesadaran politik berlaku bagi siapa saja baik bagi masyarakat pemilih pemimpin rakyat maupun bagi calon pemimpin yang akan dipilih rakyat. Sebagai warga negara semua memiliki kebebasan di negara yang demokratis. Kebebasan akan menjadi suatu tanggung jawab bersama untuk membangun kehidupan berbangsa.  Kebebasan ini nampak masih cenderung diabaikan oleh mereka yang memiliki ambisi untuk sebuah kedudukan yang mengabaikan nilai-nilai politik yang berbudaya. Siapapun para tokoh daerah dan negeri ini boleh menyorot balik tulisan ini, namun  yang tidak boleh lupa bahwa negeri ini sedang dilanda krisis moralitas politik.

         Pernahkah kita mendegarkan sebuah lagu dari musisi legendaris Iwan Fals yang berjudul “Ngeriku” Mari kita hayati bersama petikan beberapa syairnya:
Bersih bersih bersih bersihlah negeriku.....
Negeriku negeri para penipu...Terkenal ke segala penjuru...Tentu saja bagi yang tak tahu malu...Inilah sorga sorganya sorga...Negeriku Ngeriku...Busuk busuk busuk busuk bangkai tikus...Yang mati karena dihakimi rakyat...Adakah akhirat menerima dirinya...Adakah di sana yang masih bisa bercanda dengan rakus... NEGERIKU...?
         Syair ini jika mau dihayati akan menjadi pukulan moral secara telak bagi mereka yang merasa ingin membela rakyat tetapi mengabaikan politik bersih dan berbudaya. Ini bukan provokasi politik, tetapi coba dengar pernyataan Tokoh Rohaniwan Ahmad Syafii Maarif yang waktu itu diberitakan oleh media cetak Kompas di bulan September.   “...bangsa yang melupakan kebudayaan adalah bangsa yang siap menggali kuburannya sendiri...” selanjutnya “...politik sekarang tuna kebudayaan... setiap produk yang dihasilkan orang-orang semacam itu tidak akan berguna dan tidak akan tahan lama...”
Peringatan keras dari Syafii Maarif mengajak kita untuk membangun kesadaran baru demi terjadinya pembangunan politik yang benar.
           Ulasan TVRI 12 Desember oleh Slamet Raharjo & Aswendo dan kawan-kawan yang prihatin dengan budaya politik wani pira memperkuat bahwa pratik politik kotor masih marak dilakukan oleh mereka para petualang politik. Pada ulasan tersebut kapan dan siapa yang berani memulai politik yang bersih, .... bangsa ini menunggu ...!
Peliputan Radar Pos Edisi 138 tentang membangun politik yang berbudaya oleh Agus Trihatmoko dan Rahayu Saraswati, tentu bukan omong kosong.      
         Jika seorang masuk ke dalam ranah politik tentu sadar diri untuk tidak bermain kotor dan menodai makna politik, demokrasi dan kepercayaan rakyat. Mari kita kembali menghayati petikan syair lagu Iwan Fals “Untukmu Negeri”
         Apapun yang kan terjadi aku tak akan lari...Apalagi bersembunyi takkan pernah terjadi...Air mata darah telah tumpah demi ambisi membangun negeri...Kalaulah ini pengorbanan tentu bukan milik segelintir orang...Lihatlah wajah ibu pertiwi pucat letih dan sedihnya berkarat...Berdoa terus berdoa....
            Lagu Iwan Fals apakah hanya sebuah bualan politik? Jelas bukan karena dia bukan seorang politisi, tetapi bagi yang setuju dengan karyanya boleh menyebut dialah seorang tokoh politik. Apakah dia tukang fitnah? Juga bukan justru dia selalu memberi pelajaran berharga bagi negeri ini demi kecintaannya.
          Apakah tahun politik 2014 ini akan mampu melunakkan syair keras lagu Iwan Fals dan menjawab keprihatinan Ahmad Syafii Maarif serta Slamet Raharja dan kawan-kawan ?   Mari kita bersikap biar kita tidak melihat negeriku ngeriku, kalau bukan kita siapa lagi ? Kalau tidak sekarang kapan lagi ?


No comments:

Post a Comment