Radar Pos, Edisi 143/Th.VIII/ 01-15 Februari 2014
R. Agus Trihatmoko |
Membangun
kesadaran politik berlaku bagi siapa saja baik bagi masyarakat pemilih pemimpin
rakyat maupun bagi calon pemimpin yang akan dipilih rakyat. Sebagai warga
negara semua memiliki kebebasan di negara yang demokratis. Kebebasan akan
menjadi suatu tanggung jawab bersama untuk membangun kehidupan berbangsa. Kebebasan ini nampak masih cenderung
diabaikan oleh mereka yang memiliki ambisi untuk sebuah kedudukan yang
mengabaikan nilai-nilai politik yang berbudaya. Siapapun para tokoh daerah dan
negeri ini boleh menyorot balik tulisan ini, namun yang tidak boleh lupa bahwa negeri ini sedang
dilanda krisis moralitas politik.
Pernahkah kita mendegarkan sebuah lagu dari
musisi legendaris Iwan Fals yang berjudul “Ngeriku”
Mari kita hayati bersama petikan beberapa syairnya:
Bersih bersih bersih bersihlah negeriku.....
Negeriku negeri para penipu...Terkenal ke segala penjuru...Tentu
saja bagi yang tak tahu malu...Inilah sorga sorganya sorga...Negeriku Ngeriku...Busuk busuk busuk
busuk bangkai tikus...Yang mati karena dihakimi rakyat...Adakah akhirat menerima
dirinya...Adakah di sana yang masih bisa bercanda dengan rakus... NEGERIKU...?
Syair ini jika mau dihayati akan menjadi pukulan moral
secara telak bagi mereka yang merasa ingin membela rakyat tetapi mengabaikan
politik bersih dan berbudaya. Ini bukan provokasi politik, tetapi coba dengar
pernyataan Tokoh Rohaniwan Ahmad Syafii Maarif yang waktu itu diberitakan oleh
media cetak Kompas di bulan September. “...bangsa
yang melupakan kebudayaan adalah bangsa yang siap menggali kuburannya sendiri...”
selanjutnya “...politik sekarang
tuna kebudayaan... setiap produk yang dihasilkan orang-orang semacam itu tidak
akan berguna dan tidak akan tahan lama...”
Peringatan keras dari Syafii Maarif mengajak kita untuk
membangun kesadaran baru demi terjadinya pembangunan politik yang benar.
Ulasan TVRI 12 Desember oleh Slamet Raharjo & Aswendo dan
kawan-kawan yang prihatin dengan budaya politik wani pira memperkuat bahwa
pratik politik kotor masih marak dilakukan oleh mereka para petualang politik.
Pada ulasan tersebut kapan dan siapa yang berani memulai politik yang bersih, ....
bangsa ini menunggu ...!
Peliputan Radar Pos Edisi 138 tentang membangun politik yang
berbudaya oleh Agus Trihatmoko dan Rahayu Saraswati, tentu bukan omong kosong.
Jika seorang masuk ke dalam ranah politik tentu sadar diri untuk
tidak bermain kotor dan menodai makna politik, demokrasi dan kepercayaan rakyat.
Mari kita kembali menghayati petikan syair lagu Iwan Fals “Untukmu Negeri”
Apapun yang kan terjadi
aku tak akan lari...Apalagi bersembunyi takkan pernah terjadi...Air mata darah
telah tumpah demi ambisi membangun negeri...Kalaulah ini pengorbanan tentu
bukan milik segelintir orang...Lihatlah wajah ibu pertiwi pucat letih dan
sedihnya berkarat...Berdoa terus berdoa....
Lagu Iwan Fals apakah hanya sebuah bualan politik? Jelas bukan
karena dia bukan seorang politisi, tetapi bagi yang setuju dengan karyanya
boleh menyebut dialah seorang tokoh politik. Apakah dia tukang fitnah? Juga
bukan justru dia selalu memberi pelajaran berharga bagi negeri ini demi
kecintaannya.
Apakah tahun politik 2014 ini akan mampu
melunakkan syair keras lagu Iwan Fals dan menjawab keprihatinan Ahmad Syafii
Maarif serta Slamet Raharja dan kawan-kawan ? Mari
kita bersikap biar kita tidak melihat negeriku ngeriku, kalau bukan kita siapa lagi ? Kalau tidak sekarang kapan lagi ?
No comments:
Post a Comment