Sunday, March 23, 2014

BIBIT, BOBOT DAN BEBET

“Rahayu Saraswati Djojohadikusumo”

Radar PosEdisi 145/Th.VIII/ 01-15 Maret 2014
http://zonaradarpos.blogspot.com/

         Solo,  Saat ini Rahayu Saraswati Djojohadikusumo maju berjuang sebagai Calon Legislatif DPR RI Dapil IV Jateng (Sragen, Karanganyar, Wonogiri) dari Partai Gerindra. Dalam mengulas latar belakang putri dari Trah Keluarga Djojohadikusumo ini akan semakin tajam jika menyoroti tentang bibit, bobot dan bebet seorang Rahayu Saraswati.
Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo (nama lengkap) adalah putra ke-dua Hashim Djojohadikusumo (Nama Lengkap: Hashim Suyono Djojohadikusumo), cucu dari Begawan Ekonomi Indonesia yaitu Alm. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo. Hashim Djojohadikusumo adalah adik dari Let. Jend. (Purn.) Prabowo Subianto Djojohadikusumo yang saat ini semakin dekat dan dikenal oleh masyarakat sebagai sosok harapan banyak orang untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.
Untuk menelusuri silsilah atau dalam falsafah Jawa disebut “Bibit” Rahayu Saraswati,  kurang lengkap jika hanya sampai kepada sang eyang Profesor Soemitro maupun ayahnya Margono Djojohadikusumo yang mendirikan Bank BNI dan menjadi anggota DPAS setelah kemerdekaan. Dari kesaksian keluarga dan penelusuran sejarawan dari Universitas Oxford, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo memiliki garis keturunan dari Raja “Sultan Agung Mataram”, pada garis keturunan yang ke sembilan. Dalam garis keturunan tersebutlah, Rahayu Saraswati juga memiliki garis keturunan dari Trah Ksatria Jawa “Raden Tumenggung Kertanegara III (Banyak Wide)” yang tidak lain adalah panglima dari Pangeran Diponegoro, pada garis keturunan yang ke-6.

“Banyak Wide” merupakan orang kepercayaan yang selalu setia dan dipercaya mendampingi Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Perang Jawa pada abad ke 18 juga dikenal sebagai Perang Diponegoro yang mengakibatkan penjajah Belanda kalang kabut. Perang Jawa tersebut menelan kerugian Belanda hingga jutaan golden dan telah menewaskan banyak pasukan Belanda.
Darah Kepahlawanan leluhur Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang cukup mengesankan tersebut tetap mengalir di dalam Keluarga Djojohadikusumo. Kedua adik sang eyang Profesor Soemitro yaitu R.M. Soebianto Djojohadikusumo dan R.M. Soeyono Djojohadikusumo telah gugur dalam sebuah peristiwa perang mempertahankan kemerdekaan di Lengkong, Jawa Barat 1946. Dua nama Pahlawan Soebianto dan Soeyono ini oleh Profesor Soemitro disematkan pada nama kedua putra laki-lakinya, yaitu Prabowo Subianto dan Hashim Suyono.
Aliran darah bangsawan dan pahlawan nampak juga mengalir di dalam diri seorang Rahayu Saraswati, kini ia telah siap sedia berjuang demi bangsa dan negaranya di dunia politik. Dalam berbagai kesempatan, ia sering mengatakan bahwa perjalanan politiknya adalah bentuk perjuangan seorang generasi penerus dari para leluhur pejuang bangsa.
Di dalam maju berjuang di ranah politik ini, Rahayu Saraswati memiliki bekal yang kuat atau dalam falsafah Jawa disebut “Bobot”. Pendidikan tinggi telah ia dapatkan di University of Virginia, Amerika Serikat (salah satu universitas terbaik di Amerika) dan diteruskan ke London, Inggris untuk fokus di bidang seni peran. Setelah kembali dari luar negeri, ia memulai perusahaan baru bersama dengan tantenya di dalam bidang Event Organiser (EO), selain dari memimpin beberapa perusahaan milik keluarganya yang berkiprah di berbagai negara di dunia.
Namun, panggilan hidupnya yang sejati bisa terlihat di dalam pengabdiannya sebagai seorang aktivis di bidang anti-perdagangan manusia dan perbudakan modern. Ini dimulai sejak tahun 2009, dan kini dia berjuang bersama dengan teman-temannya melalui yayasan yang didirikannya di tahun 2012 (Yayasan Parinama Astha).
Kesadaran sosial seorang Rahayu Saraswati tidaklah muncul begitu saja, tetapi telah ditanamkan dalam dirinya oleh sang ibunda. Anie Hashim Djojohadikusumo (atau Anie Harjati) adalah anak seorang mantri yang berasal dari Ponorogo. Seringkali Rahayu mengungkapkan bahwa tanpa seorang Anie Djojohadikusumo, seorang Bapak Hashim Djojohadikusumo tidak mungkin bisa berada di posisinya sekarang sebagai salah satu usahawan yang terpandang di Indonesia. Sama halnya dengan Rahayu, bahwa tanpa campur tangan dan didikan yang penuh kedisiplinan dan kesadaran sosial tinggi dari ibunya sejak ia masih kecil, tidak mungkin dia bisa mengenal dunia bakti sosial seperti saat ini. Hingga kini, selain aktif di yayasannya sendiri, ia pun masih turut serta dalam pengelolaan kedua yayasan keluarganya yang lain: Yayasan Wadah Titian Harapan (yang fokus dalam pemberdayaan perempuan, pengembangan komunitas, dan pendidikan anak usia dini) serta Yayasan Arsari Djojohadikusumo (fokus pada pendidikan/beasiswa, pelestarian dan konservasi peninggalan sejarah/pusaka Indonesia, dan perlindungan satwa dan/atau lingkungan hidup).
Bobot diri dan keberadaan Rahayu Saraswati ini tidak diragukan, banyak kalangan kini telah menyebut sosok wanita ini sebagai calon tokoh nasional masa depan. Sebutan ini bukan sekedar karena ia seorang calon legislatif (caleg) tetapi sebagai seseorang yang berbobot di dalam ketokohannya.
Di usia 28 tahun, Rahayu Saraswati dinilai telah memiliki kematangan dan kedewasaan dalam sikap dan pribadinya atau dalam falsafah Jawa disebut “Bebet”. Ia selalu terbuka bersahabat dengan masyarakat dari berbagai golongan tanpa membedakan status sosialnya, baik itu derajat maupun pangkat. Masyarakat di pedesaan yang telah berjumpa dengannya terkesan kepada Rahayu Saraswati karena semangat perjuangannya.
Gadis berdarah bangsawan ini di dalam menyikapi berbagai situasi selalu menggunakan cakrawala yang luas. Seperti misalnya, ketika melihat masalah kemiskinan di pedesaan, ia menilai penyebabnya dari berbagai sudut pandang sosial dan ekonomi. Dia mengerti betul, bagaimana situasi itu bisa diatasi dengan menggunakan akal pemikirannya.
Darah kepahlawannya telah mulai ditunjukan dalam bersikap, ia orang yang pantang menyerah dan tegas. Ketegasan sering ditunjukan di dalam misi perjalanan perjuangan politiknya di daerah ini. Rahayu Saraswati di hadapan publik berani menyatakan sikap tegasnya walaupun itu tidak populer bagi kebanyakan orang, namun ia tetap percaya akan banyak orang yang mengerti dan mendukung niat baik serta perjuangannya dalam membangun dan memperbaiki bangsa Indonesia.
Perjuangannya memiliki garis yang jelas yaitu ingin menegakkan kebenaran di negeri ini. Dari berbagai pernyataannya ia menyampaikan bahwa untuk membawa Indonesia bangkit pertama-tama kebenaran harus tegak terlebih dahulu. Menegakkan kebenaran di negeri ini diibaratkan seperti menegakkan benang basah, namun semua itu bisa berhasil jika setiap orang mau memulai dari dirinya sendiri.
Bebet Rahayu Saraswati menjadi semakin lengkap karena ia kini telah menjadi wanita dewasa yang mandiri yang tidak hanya menunjukan nama besar keluarganya di depan masyarakat. Ia memiliki keyakinan diri dari segala pntensi yang ada dalam dirinya pada berbagai situasi. Kemandiriannya terbentuk secara alamiah karena selama ini dirinya mendapat pendidikan dari keluarga dan leluhurnya tentang nilai-nilai pengorbanan dalam sebuah perjuangan bangsa. 
Mengulas tentang latar belakang Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dengan acuan falsafah Jawa “Bibit, Bobot, Bebet” ini tentunya dapat memberikan banyak wawasan nilai terhadap dara manis ini. Ulasan ini diharapkan juga memiliki makna luas bagi masyarakat karena Indonesia telah melahirkan kembali seorang pejuang wanita muda yang memiliki bibit, bobot dan bebet yang mumpuni.
Perjuangan telah diawali, selanjutnya perjuangannya tak akan pernah berhenti bagi bumi pertiwi. Darah dan teladan jiwa kepahlawanan leluhurnya telah mengalir dalam diri Rahayu Saraswati Djojohadikusumo sehingga baginya ini merupakan amanat dari leluhur yang harus diembannya. Amanat bangsa adalah amanat rakyat, saat ini amanat rakyat menantikan keadilan dan tegaknya kebenaran di negeri ini. Saatnya Indonesia bangkit...!

                                                                              ***-

   

No comments:

Post a Comment