“Rahayu Saraswati Djojohadikusumo”
Radar Pos, Edisi 145/Th.VIII/ 01-15 Maret 2014
http://zonaradarpos.blogspot.com/
Solo, Saat ini Rahayu Saraswati Djojohadikusumo maju berjuang
sebagai Calon Legislatif DPR RI Dapil IV Jateng (Sragen, Karanganyar, Wonogiri)
dari Partai Gerindra. Dalam mengulas latar belakang putri dari Trah Keluarga
Djojohadikusumo ini akan semakin tajam jika menyoroti tentang bibit, bobot dan
bebet seorang Rahayu Saraswati.
Rahayu Saraswati Dhirakanya
Djojohadikusumo (nama lengkap) adalah putra ke-dua Hashim Djojohadikusumo (Nama Lengkap: Hashim Suyono Djojohadikusumo),
cucu dari Begawan Ekonomi Indonesia yaitu Alm. Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikusumo. Hashim Djojohadikusumo adalah adik dari Let. Jend. (Purn.)
Prabowo Subianto Djojohadikusumo yang saat ini semakin dekat dan dikenal oleh
masyarakat sebagai sosok harapan banyak orang untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.
Untuk menelusuri silsilah atau dalam
falsafah Jawa disebut “Bibit” Rahayu Saraswati,
kurang lengkap jika hanya sampai kepada sang eyang Profesor Soemitro
maupun ayahnya Margono Djojohadikusumo yang mendirikan Bank BNI dan menjadi
anggota DPAS setelah kemerdekaan. Dari kesaksian keluarga dan penelusuran sejarawan dari
Universitas Oxford, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo memiliki garis keturunan
dari Raja “Sultan Agung Mataram”, pada garis keturunan yang ke sembilan. Dalam
garis keturunan tersebutlah, Rahayu Saraswati juga memiliki garis keturunan
dari Trah Ksatria Jawa “Raden Tumenggung Kertanegara III (Banyak Wide)” yang
tidak lain adalah panglima dari Pangeran Diponegoro, pada garis keturunan yang
ke-6.
“Banyak Wide” merupakan orang
kepercayaan yang selalu setia dan dipercaya mendampingi Pangeran Diponegoro
dalam Perang Jawa. Perang Jawa pada abad ke 18 juga dikenal sebagai Perang
Diponegoro yang mengakibatkan penjajah Belanda kalang kabut. Perang Jawa
tersebut menelan kerugian Belanda hingga jutaan golden dan telah menewaskan
banyak pasukan Belanda.
Darah Kepahlawanan leluhur Rahayu
Saraswati Djojohadikusumo yang cukup mengesankan tersebut tetap mengalir di
dalam Keluarga Djojohadikusumo. Kedua adik sang eyang Profesor Soemitro yaitu R.M. Soebianto Djojohadikusumo
dan R.M. Soeyono Djojohadikusumo telah gugur dalam sebuah peristiwa perang
mempertahankan kemerdekaan di Lengkong, Jawa Barat 1946. Dua nama Pahlawan
Soebianto dan Soeyono ini oleh Profesor Soemitro disematkan pada nama kedua
putra laki-lakinya, yaitu Prabowo Subianto dan Hashim Suyono.
Aliran darah bangsawan dan pahlawan
nampak juga mengalir di dalam diri seorang Rahayu Saraswati, kini ia telah siap
sedia berjuang demi bangsa dan negaranya di dunia politik. Dalam berbagai
kesempatan, ia sering mengatakan bahwa perjalanan politiknya adalah bentuk
perjuangan seorang generasi penerus dari para leluhur pejuang bangsa.
Di dalam maju berjuang di ranah
politik ini, Rahayu Saraswati memiliki bekal yang kuat atau dalam falsafah Jawa
disebut “Bobot”. Pendidikan tinggi telah ia dapatkan di University of Virginia,
Amerika Serikat (salah satu universitas terbaik di Amerika) dan diteruskan ke
London, Inggris untuk fokus di bidang seni peran. Setelah kembali dari luar
negeri, ia memulai perusahaan baru bersama dengan tantenya di dalam bidang
Event Organiser (EO), selain dari memimpin beberapa perusahaan milik
keluarganya yang berkiprah di berbagai negara di dunia.
Namun, panggilan hidupnya yang sejati
bisa terlihat di dalam pengabdiannya sebagai seorang aktivis di bidang
anti-perdagangan manusia dan perbudakan modern. Ini dimulai sejak tahun 2009,
dan kini dia berjuang bersama dengan teman-temannya melalui yayasan yang
didirikannya di tahun 2012 (Yayasan Parinama Astha).
Kesadaran sosial seorang Rahayu
Saraswati tidaklah muncul begitu saja, tetapi telah ditanamkan dalam dirinya
oleh sang ibunda. Anie Hashim Djojohadikusumo (atau Anie Harjati) adalah anak seorang mantri yang berasal dari
Ponorogo. Seringkali Rahayu mengungkapkan bahwa tanpa seorang Anie
Djojohadikusumo, seorang Bapak Hashim Djojohadikusumo tidak mungkin bisa berada
di posisinya sekarang sebagai salah satu usahawan yang terpandang di Indonesia.
Sama halnya dengan Rahayu, bahwa tanpa campur tangan dan didikan yang penuh
kedisiplinan dan kesadaran sosial tinggi dari ibunya sejak ia masih kecil,
tidak mungkin dia bisa mengenal dunia bakti sosial seperti saat ini. Hingga
kini, selain aktif di yayasannya sendiri, ia pun masih turut serta dalam
pengelolaan kedua yayasan keluarganya yang lain: Yayasan Wadah Titian Harapan
(yang fokus dalam pemberdayaan perempuan, pengembangan
komunitas, dan
pendidikan anak usia dini) serta Yayasan Arsari Djojohadikusumo (fokus pada pendidikan/beasiswa, pelestarian dan konservasi peninggalan
sejarah/pusaka Indonesia, dan perlindungan satwa dan/atau lingkungan hidup).
Bobot diri dan keberadaan Rahayu
Saraswati ini tidak diragukan, banyak kalangan kini telah menyebut sosok wanita
ini sebagai calon tokoh nasional masa depan. Sebutan ini bukan sekedar karena ia seorang calon
legislatif (caleg)
tetapi sebagai seseorang yang berbobot di dalam ketokohannya.
Di usia 28 tahun, Rahayu Saraswati dinilai
telah memiliki
kematangan dan kedewasaan dalam sikap dan pribadinya atau dalam falsafah Jawa
disebut “Bebet”. Ia selalu terbuka bersahabat dengan masyarakat dari berbagai
golongan tanpa membedakan status sosialnya, baik itu derajat maupun pangkat. Masyarakat di pedesaan yang telah berjumpa
dengannya terkesan kepada Rahayu Saraswati karena semangat
perjuangannya.
Gadis berdarah bangsawan ini di dalam
menyikapi berbagai situasi selalu menggunakan cakrawala yang luas. Seperti
misalnya, ketika melihat masalah kemiskinan di pedesaan, ia menilai penyebabnya
dari berbagai sudut pandang sosial dan ekonomi. Dia mengerti betul, bagaimana
situasi itu bisa diatasi dengan menggunakan akal pemikirannya.
Darah kepahlawannya telah mulai
ditunjukan dalam bersikap, ia orang yang pantang menyerah dan tegas. Ketegasan
sering ditunjukan di dalam misi perjalanan perjuangan politiknya di daerah ini.
Rahayu Saraswati di hadapan publik berani menyatakan sikap tegasnya walaupun
itu tidak populer bagi kebanyakan orang, namun ia
tetap percaya akan banyak orang yang mengerti dan mendukung niat baik serta
perjuangannya dalam membangun dan memperbaiki bangsa Indonesia.
Perjuangannya memiliki garis yang
jelas yaitu ingin menegakkan kebenaran di negeri ini. Dari berbagai
pernyataannya ia menyampaikan bahwa untuk membawa Indonesia bangkit
pertama-tama kebenaran harus tegak terlebih dahulu. Menegakkan kebenaran di
negeri ini diibaratkan seperti menegakkan benang basah, namun semua itu bisa
berhasil jika setiap orang mau memulai dari dirinya sendiri.
Bebet Rahayu Saraswati menjadi
semakin lengkap karena ia kini telah menjadi wanita dewasa yang mandiri
yang tidak hanya
menunjukan nama besar keluarganya di depan masyarakat. Ia memiliki keyakinan diri dari
segala pntensi yang ada dalam dirinya pada berbagai situasi. Kemandiriannya
terbentuk secara alamiah karena selama ini dirinya mendapat pendidikan dari
keluarga dan leluhurnya tentang nilai-nilai pengorbanan dalam sebuah perjuangan
bangsa.
Mengulas tentang latar belakang
Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dengan acuan falsafah Jawa “Bibit, Bobot,
Bebet” ini tentunya dapat memberikan banyak wawasan nilai terhadap dara manis
ini. Ulasan ini diharapkan juga memiliki makna luas bagi masyarakat karena
Indonesia telah melahirkan kembali seorang pejuang wanita muda yang memiliki bibit,
bobot dan bebet yang mumpuni.
Perjuangan telah diawali, selanjutnya
perjuangannya tak akan pernah berhenti bagi bumi pertiwi. Darah dan teladan
jiwa kepahlawanan leluhurnya telah mengalir dalam diri Rahayu Saraswati
Djojohadikusumo sehingga baginya ini merupakan amanat dari leluhur yang harus
diembannya. Amanat bangsa adalah amanat rakyat, saat ini amanat rakyat
menantikan keadilan dan tegaknya kebenaran di negeri ini. Saatnya Indonesia
bangkit...!
***-
No comments:
Post a Comment